Takdir. Keempat. Menyakitkan.

15.35


Itu indah loh bar. Bukan karna aku sedang berada di kota paling romantis di dunia. Bukan juga karna meriahnya tahun baru di menara eiffel. Tapi karna kamu. Kamu yang membuat semuanya indah.

Pertemuan kita memang diselingi waktu yang sangat panjang bar. Tapi apa kamu tahu, Setiap pertemuan kita tersimpan rapi di sudut memori otakku? Apa kamu tahu, setiap pertemuan kita sedikitnya memberikan harapan yang kian tumbuh seiring berjalannya waktu?

Sayangnya pertemuan kita selanjutnya tidak seindah hari ini. Saat kita bertemu di sebuah mall di bilangan Jakarta Selatan. Saat kita bertemu dan kau menggenggam tangan seorang gadis cantik berambut panjang dengan akrabnya? Baca- Masih Takdir. Ketiga


***

"ca dimana? ...... Oyaudah tungguin bentaran"
Semenjak aku mengenyam pendidikan s1 ku, aku selalu menghabiskan weekend bersama teman temanku. Entah teman sd smp sma atau teman kuliahku. Dan jatah weekend ku minggu ini akan kuhabiskan bersama ica. Sahabatku sejak kecil.

Berbeda dengan teman teman kampusku yang lebih senang hunting foto atau sekedar berkeliling ke tempat tempat yang menarik ica lebih senang pergi ke mall untuk sekedar belanja atau nonton bioskop. Tidak lama setelah kuputus pembicaranku dengan ica gedung bioskop sudah jelas terlihat di depan mata. Ah ica pasti sudah kesal karna terlalu lama menungguku.

"nara" aku menengok dan mencari cari asal suara itu. Namun tidak juga kutemukan sosok yang memanggil manggilku "nara" panggilnya sekali lagi. Aku mulai kesal mencari sosok yang tak kunjung muncul dihadapanku. Aku terus berjalan tanpa memerdulikan suara yang memanggil manggilku. Sesekali aku berhenti dan mencari dari mana asal suara itu. Tiba tiba aku merasa ada tangan besar memegang pundakku. Ingin lari namun enggan. Ingin diam namun takut.

"nara dipanggilin dari tadi juga. Haha" suara datar namun terdengar teduh itu menenangkanku. Membiarkanku berharap bahwa dia adalah kamu. Laki laki yang pingsan dibawah derasnya hujan kota bogor. Kuberanikan diri menengok kearah asal suara itu untuk mengetahui siapa sosok itu.

"Mas bara. Haai ih kebetulan banget bisa ketemu disini. Hehe"
"iya nih. Sama siapa kamu ra?"
"Sendiri, tapi udah janjian sih sama ica . Mas bara sama siapa kesini?"

Sebelum dia menjawab akupun tau jawabannya. Seorang wanita cantik dengan rambut hitam panjang yang tergerai indah menghampiri mas Bara. Mataku memperhatikan tangan wanita itu yang jatuh akrab di pundak mas bara.

"Ngapain sih bar? Katanya mau ke toilet, eh malah ngobrol sama orang asing"

Orang asing? What the.... Cantik sih, tapi gapunya attitude. 2 hal yang bisa dijadikan penilaian seorang wanita. Yang pertama penampilan dan yang kedua attitude. Karna attitudenya gabaik berarti dia bukan cewek baik baik. Hufft.

"aku cuma mau nyapa temen aku dulu sya. Kenalin ini Nara. Sahabatnya ica. Sepupuku. Dan Nara ini sasya pacar aku"

Kudengar ada suara petir menggelegar ditelingaku. Kuharap aku salah dengar. Muak. Aku muak. Wanita sombong sok cantik dan angkuh ini pacarnya mas bara. Kasian mas bara. Namun, Demi sopan santun aku menjulurkan tangan dan senyum manis yang dipaksakan kepada wanita itu.

"Yaudah ra aku duluan ya. Salam buat ica" ucap mas bara sambil berlalu. Sosok mas bara dan wanita itu sudah jauh pergi. Namun entah mata ini ingin tetap melihatnya.

Melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ingin dilihat. Melihatmu bergandeng tangan mesra dengan seorang wanita cantik. Melihatmu bercanda tawa dengan wanita lain. Saat melihatmu tertawa, ingin rasanya tawa itu untukku. Ingin rasanya hanya aku yang bisa membuatmu tertawa seperti itu.

Weekend minggu ini tidak seindah biasanya. Weekend minggu ini tidak sebahagia minggu minggu sebelumnya. Ingin rasanya aku pulang dan menghabiskan weekend dirumah. Aku merasa bodoh. Hanya orang bodoh bukan yang bisa mencintai orang diam diam? Hanya orang bodoh bukan, yang tetap mencintai orang yang jelas tidak mencintaimu? Hanya orang bodoh bukan yang bisa jatuh cinta dalam waktu secepat itu?

Aku emang bodoh. Dari awal mencintaimu saja sudah salah untukku. Kamu, kakak sepupu dari sahabatku yang seharusnya juga menjadi kakakku. Tidak boleh ada rasa yang berlebih seharusnya.Sejak saat itu kupikir aku tidak ingin bertemu lagi denganmu. Karna mungkin aku bisa dengan cepat melupakanmu jika bayangmu tidak menyentuh retinaku. Namun takdir berkata lain. Tidak ada yang bisa melawan takdir Tuhan bukan?


Bersambuuungg..... Takdir. Kelima

You Might Also Like

0 komentar