Takdir . Kelima.

21.30

Aku memang bodoh. Dari awal mencintaimu saja sudah salah untukku. Kamu, kakak sepupu dari sahabatku yang seharusnya juga menjadi kakakku. Tidak boleh ada rasa yang berlebih seharusnya. Sejak saat itu kupikir aku tidak ingin bertemu lagi denganmu. Karna mungkin aku bisa dengan cepat melupakanmu jika bayangmu tidak lagi menyentuh retinaku. Namun takdir berkata lain. Tidak ada yang bisa melawan takdir Tuhan bukan? -Baca Takdir. Keempat.
***
“Perekonomian di Indonesia hingga saat ini …….” Bla bla bla. Dosen yang satu ini bukan hanya membosankan, namun juga menyebalkan. Udah jarang masuk, sekalinya masuk marah-marah. Jadi kangen sekolah. Karna kini aku mengambil jurusan Managemen Ekonomi di salah satu universitas terkemuka di Jakarta, untuk semester awal ini aku harus bertemu dengan dosen yang menyebalkan ini.
“….. Jadi untuk tugas akhir semester anda, saya mau kalian meneliti langsung ke daerah yang mempunyai tingkat perekonomian rendah. Caranya itu terserah kalian dan jangan lupa …..”
Tugas lagi. Udah jarang masuk ngasih tugas seenaknya. Maafin dosen itu ya Tuhan. Oke pembagian kelompok yang menyenangkan. Aku sekelompok dengan Wina yang punya tingkat kerajinan diatas rata-rata. Aku juga sekelompok dengan Restu yang mempunyai tingkat intelektual yang tinggi. Dan aku juga sekelompok dengan Reno yang mempunyai tingkat kegantengan yang luar biasa. Hahaha.
“Kita mau pake system apa?” ucap restu seraya membuka percakapan kecil ini.
“Penggalangan dana aja gimana? Bikin acara kegiatan social gitu” Ucapku tiba-tiba
“Kaya acara amal ra?” aku mengangguk kepada reno. “Boleh sih. Ga terlalu ribet juga dan pasti lagi”
Yeeaay, rapat hari ini berlangsung cukup lancar dan menyenangkan. Lelah namun menyenangkan. Rapat kami terus berlangsung seminggu ini. Dan hari ini kami akan berkumpul di villa Reno untuk merayakan diterimanya proposal kami oleh dosen. Whoaaa ini menyenangkan.
Aku mulai menikmati rutinitasku kini. Akhirnya kuliah tidak semenyeramkan yang difikirkan. Tepat pukul 7 malam kami sudah berkumpul di halaman villa Reno yang luas. Lengkap dengan alat panggangan dan segala macam alat-alat yang dibutuhkan.
Setelah mempersiapkan semuanya kami mulai memasak. Meracik bumbu, membuat minuman, dan bernyanyi bersama. Angin malam yang berhembus pelan membawa kami ke suasana yang sangat nyaman.
“Thanks renooo. The greatest night eveeerr!” ucap kami serentaaak. Acara malam ini menyenangkan sekali. Membuat kami jauh lebih dekat dari sebelumnya. Nina yang pendiam ternyata mempunyai suara yang sangat merdu. Restu yang sangat pintar ternyata bukan hanya pintar intelektual dia juga pandai melucu. Dan malam ini, aku merasa Reno adalah laki-laki idaman semua wanita. Dia punya wajah yang tampan, suara merdu dan bisa memainkan beragam alat music. Tak heran jika dia menjadi bintang di kampus.
Acara malam ini selesai tepat pukul 2 malam. Berat sebenarnya menyelesaikan acara ini lebih awl. Namun, bik Nya -pembantu di villa reno- sudah bercerewet ria. Hehehe.
“Nite raa”
“Eh” aku kaget dan seketika menoleh. “Oh Reno. Nite too reno” kataku seraya meninggalkannya.
***
Yeaaay pagi ini penggalangan dana dimulai. Kami membuka tenda untuk para donatur yang ingin menyumbang. Kami juga berjualan makanan, majalah dengan harga sukarela. Hehe. Maksudnya sukarela sekalian nyumbang gitu. Dan hari ini semua terkumpul 1,8 juta rupiah.
 Setelah 2 minggu, kegiatan berjualan kami dihentikan. Karna uang yang terkumpul sudah bisa dibilang cukup, Hari ini kami memutuskan untuk belanja berbagai macam sembako dalam jumlah besar. Dan besok kami akan mengepakkan dan siap untuk dibagikan. Menyenangkan. Acara ini semakin menyenangkan. Pekerjaannya berat memang. Tapi karna bekerja bersama dengan tim yang mengasyikkan semua terasa menyenangkan.
“Ra belom beli paper bag ya?” Tanya Wina tiba-tiba
“Eh iya lupa. Tadi ga beli yaa? Astaga pikun bangeeeet. Yaudah gue beli dulu yaaak. Untung Wina ingeeet. hehe” aku segera berlari mengambil kunci mobil dalam tas tanganku.
“Gue anterin ra” Ucap Reno tiba-tiba
“Eh serius?” Reno mengangguk “Yaudah yuk”
***
Hubungan kami antar sesama anggota kelompok semakin kompak. Meski tugas kami sudah selesai, hubungan pertemanan kami tidak selesai sampai disitu. Hubunganku dengan Reno juga semakin dekat. Reno yang kupikir seorang yang sok ganteng dan nyebelin ternyata orang yang sangat menyenangkan. Dia seorang yang enak diajak bicara. Dan gak pernah kehabisan bahan obrolan. Makanya mengobrol bersamanya terasa menyenangkan sekali.
Dan kini aku sedang berusaha melupakan perasaanku pada dia. Laki-laki bersuara datar di rumah sakit itu. Semoga ini jalanku Tuhan. Hari ini, bukan hari pertama sih Reno mengajakku jalan. Tapi entah, aku merasa sangat gugup hari ini.
"nara" aku menengok dan mencari cari asal suara itu. Namun tidak juga kutemukan sosok yang memanggil manggilku "nara" panggilnya sekali lagi. Aku mulai kesal mencari sosok yang tak kunjung muncul dihadapanku. Aku terus berjalan tanpa memerdulikan suara yang memanggil manggilku. Sesekali aku berhenti dan mencari dari mana asal suara itu.
Déjà vu. Aku merasa Déjà vu. Kejadian seperti ini pernah terjadi sebelumnya. Di Mall yang sama beberapa bulan yang lalu.
“Kenapa ra?” Mungkin Reno kebingungan melihatku bolak-balik menengok ke belakang.
“Kaya ada yang manggilin ren” Tiba tiba aku merasa ada tangan besar memegang pundakku. Ingin lari namun enggan. Ingin diam namun takut.
"nara dipanggilin dari tadi juga. Haha. Loh Reno. Ngapain lu sama Nara?" suara datar namun terdengar teduh itu menenangkanku. Juga sukses mengagetkanku. Satu hal lagi yang membingungkan Reno dan mas Bara saling kenal. Astaga Tuhan, apalagi selanjutnya?
"Mas bara. ih kebetulan banget bisa ketemu disini. Hehe. Loh mas Bara kenal sama Reno?"
“Bara kakak aku ra. Nara cewek yang gue ceritain bar. Ga nyangka kalian ternyata udah saling kenal”
Reno adik dari Bara? Cowok yang akhir-akhir ini aku hindari? Inikah takdir? Takdir yang membuatku semakin sakit saat tau dia sudah menjadi kepunyaan orang lain? Inikah takdir? Takdir yang membuatku semakin merasa bahwa dia takkan pernah jadi milikku.
“Sama siapa lu bar? Cewek lu?” Bara mengangguk. Kembali kurasakan sakit yang teramat di hatiku. Sakit namun tak berdarah. Perih. “Mau ngapain?”
“Nonton. Lu berdua mau ngapain?”
“Nonton juga. Kenapa kita ga jalan barengan aja. Ga keberatan kan ra?”
“Hah? Enggak kok. Hehe”
Bisa dibilang ini seperti double date. Ini aneh. Benar-benar aneh. Aku menyukai seseorang yang sudah menjadi milik orang lain, aku sedang mencoba menjauhinya dan aku mencoba memberi kesempatan orang lain untuk dekat denganku dan orang yang kuberi kesempatan adalah adik dari orang yang sedang kucoba jauhi. Ini rumit.
“Nara sama Bara diem aja nih. Bosen ya?”
Ternyata bukan hanya aku yang merasa keanehan ini. Reno juga. Hampir selama tiga setengah jam mengitari mall ini aku dan mas Bara lebih memilih diam. Kami gak bersekongkol, mungkin kami sedang memikirkan keajaiban apa lagi yang akan datang pada kami.
***
Benar kan tak ada yang bisa menentang takdir Tuhan. Manusia boleh saja berkehendak tapi tetap Tuhan yang menentukan. Sama seperti aku. Inginnya lepas namun terikat. Inginnya menjauh namun semakin dekat. Inikah skenario Tuhan? Inikah jalan cerita yang harus aku lalui? Astaga Tuhan apalagi selanjutnya?. -Baca. Takdir. Keenam.

You Might Also Like

0 komentar