Takdir. Ketiga
19.00
Itu
takdir kedua kita. Kalau yang ini aku yakin kamu pasti ingat. Kita pernah
membahasnya dulu. Dulu. Oiya. Dunia sempit ya? Sempit banget! Kamu tau kenapa?
Karna di setiap sudut dunia yang aku jelajahi hanya kamu yang ada di ujung
kelopa mataku.
Oiya bar kamu tau? Saat itu adalah pertama
kalinya aku bisa merasa nyaman dengan seorang laki-laki. Sebelumnya? Jangankan
nyaman. Didekati pun aku tak sudi. Dan kamu tau. Bukan hanya nyaman yang aku
rasa. Tapi aku juga merasa sebesar apapun bahaya yang akan datang aku yakin
bisa melewatinya dengan mudah. Dan kamu tau? Sejak saat itu aku berjanji aku
akan mengunci hatiku untuk orang lain.
Takdir
selanjutnya kita bertemu di negara paling romantis di dunia. Paris. Ingat? Saat
kita saling mengunci gembok di Jembatan Pont Des Art? atau Saat kita saling
menertawakan satu sama lain karna pergi ke jembatan cinta seorang diri? Baca - Takdir. Kedua
***
Terbentang
indahnya kota paris saat aku membuka mata. Wow paris! Aku berada di kota paling
romantis di seluruh dunia. Bukan karna aku pernah merasakan. Namun, karna
banyak orang yang mengatakan.
Mengambil cuti kuliah untuk
menghabiskan tahun baru di kota paris kurasa bukan hal buruk. Paris benar benar
kota yang indah. Lebih dari apa yang pernah kubayangkan. Suasana yang berbeda
dengan bogor. Sangat berbeda kurasa.
Sama dengan kebanyakan orang aku juga
sangat tertarik dengan menara eiffel. Menara tertinggi di dunia. Woooow. Masih
dengan koper ditangan dan camera yang tergantung di leher aku bergegas
mendekati menara eiffel. Lebih besar dari yan pernah kubayangkan
Melihat antrian yang sangat panjang di
loket masuk menara eiffel aku bergidik ngeri. Untung aku sudah membelinya via
online. Sebentar lagi aku akan berada di puncak menara tertinggi di dunia. Wow
sekali lagi wow.
Melihat setiap sudut kota paris dari
puncak menara eiffel terlihat sangat menakjubkan. Para turis yang sedang sibuk
berfoto. Sungai sungai jernih yang mengalir indah. Satu yang menarik hatiku
kini. Jembatan Pont Des Art. Atau yang biasa disebut jembatan Cinta. Beberapa
kali kudengar berbagai macam cerita dari temanku tentang jembatan ini.
Jembatan dengan latar belakang kota
paris dan dipenuhi ribuan bahkan mungkin jutaan gembok disetiap sisinya.
Kulihat banyak pasangan muda yang sedang mengikrarkan cinta mereka di jembatan
ini. Sedangkan aku? Sendiri. Haha miris. Tapi tetap kubeli gembok dari penjual
kaki lima. Kutulis namaku di gembok dan kutancapkan pada sisi jembatan.
Sendiri memang menyenangkan. Tapi
lebih menyenangkan lagi jika ada seseorang yang ada untuk saling berbagi sepi.
Menyedihkannya lagi, kebanyakan orang paris menggunakan bahasa prancis bukan
inggris. Dan aku? Tidak bisa-_-
"Nara
bukan sih?"
Bulu kudukku meremang seketika. Aku
sempat berfikir bahwa orang paris berbicara menggunakan bahasa indonesia? Tapi
mana mungkin. Ingin menoleh namun takut. Bagaimana tidak membingungkan, di
negara orang yang notabene tidak mennggunakan bahasa inggris ada yang berbicara
menggunakan bahasa indonesia. Akhirnya aku pura pura tidak mendengar dan
melanjutkan perjalanan. Kukira ini selesai. Tapi tidak.
"Bener
nara kan? Ini bara. Lupa ya?"
Aku menoleh cepat. Astaga mas bara.
Aku bertemu dengannya di kota paling romantis di dunia dan di jembatan Cinta
kota paris. Aku bingung bercampur senang.
“Mas
Bara?? Kakak sepupunya ica? Astaga ih bikin kaget aja”
“Wkakak
dipanggilin dari tadi juga. Malah ga nyaut nyaut. Ke Pont Des Art sendiri ra?”
aku mengangguk. Dengan siapa lagi aku kesini kalau bukan sendiri. Aku dan ica
kini mengambil jurusan yang berbeda. Meski masih satu kampus. Dan dia tidak
bisa mengambil cuti seenaknya seperti aku -_- “Whahah mblo sih.” Sial!
“Yeeee,
emang mas Bara kesini sama siapa? Sama pacar?” entah aku dapat keberanian dari
mana untuk menanyakan hal itu. Aku berharap jangan sampai aku mendengar hal
yang buruk.
“Sendiri
juga sih”
“Whahaha
mblo sih”
Astaga. Laki-laki ini. Setiap berada
didekatnya aku selalu merasa nyaman. Sangat nyaman. Berdiri di pinggir jembatan
Pont Des Art kota paris bersamanya. Kami sama-sama diam. Hanyut dalam pikiran
masing-masing. Mungkin memikirkan apa lagi hal yang akan mempertemukan kita.
***
Saat itu adalah kejutan yang paling
menyenangkan bar. Dan aku mulai berpikir. Inikah takdir? Takdir yang akan terus
mempertemukan kita. Takdir yang mengharuskan kita mengenal satu sama lain lebih
dekat. Takdir yang menuntun langkahku menuju tempatmu berdiri. Dan takdir yang
menggiringku untuk selalu bersamamu.
Bersambung ke Masih Takdir Ketiga
0 komentar