Anak Jalanan 1

16.42

“Dhyraaa!!” tak ada sahutan
“Raa??” Tetap tak ada sahutan.
“Dhyraaaa!!”

Suara itu mengagetkanku. Lebih tepatnya menyadarkanku dari lamunanku. Suara seorang gadis cantik seusiaku. Indah. Ya namanya Indah. Selain namanya yang Indah. Dia mempunyai paras dan kelakuan yang indah pula.

Aku pun baru sadar sudah sekian lamanya aku termenung. Merenungkan nasib-nasib anak jalanan. Anak jalanan yang entah mempunyai masa depan atau tidak. Mereka yang mengemis dan mengamen. Mereka yang berhenti sekolah. Entah karna mereka yang sudah tidak mempunyai orang tua. Ataupun orang tuanya yang tak mampu.

Berbeda dengan diriku yang mempunyai orang tua yang bisa dibilang mampu dan berkecukupan. Aku mampu membeli apapun yang aku mau. Bahkan orang tuaku kini memberikanku sebuah credit card yang unlimited.¬ Entah untuk apa itu.

Beribu pertanyaan dalam benakku tentang nasib anak-anak jalanan itu. Ingin rasanya aku melontarkan semua pertanyaan-pertanyaan itu. Namun rasanya itu hal yang tak mungkin. Hal yang tak mungkin untuk terpenuhi. Karna aku mempunyai banyak hal penting yang harus aku kerjakan.

Pertanyaan-pertanyaan yang tiba- tiba muncul di benakku saat ini di karenakan aku melihat anak-anak jalanan yang merokok. Mereka mengamen bahkan mengemis untuk mendapatkan uang. Mengacuhkan harga diri mereka. Mereka rela menguras tenaga dan energi. Tapi mengapa dengan mudahnya mereka menghabiskan uang itu hanya untuk membeli sebuah ROKOK ??

Disisi lain aku berpikir. Tentang anak-anak jalanan itu. Bisa dibilang mereka menggunakan accessoris yang tidak sedikit. Menggunakan ikat pinggang. Anting. Slayer. Bahkan baju-baju ala anak punk. Dari mana mereka mendapatkan semua itu?? Mengamen?? Mengemis?? Atau Mencopet??

Namun kini. Setelah aku mendapat tugas dari guru Ekonomiku. Aku merasa semua impianku akan tercapai. Mencari tahu bagaimana kehidupan ekonomi masyarakat bawah. Pikiranku pun langsung kepada anak-anak jalanan yang dulu pernah aku perhatikan.

Ya. Tuhan telah memberikan aku sebuah kesempatan yang takkan pernah aku sia-siakan. Kesempatan yang telah aku dambakan sejak lama. Kesempatan yang tak akan datang untuk kedua kalinya.

Tanpa membuang waktu aku membicarakan apa yang ada di dalam otakku. Apa keinginank. Aku mengutarakan apa yang ingin aku lakukan kepada para anggota kelompokku. Mereka pun setuju. Bahkan mereka langsung menunjukku sebagai ketua kelompok.

Sepulang sekolah aku –tanpa anggota kelompok yang lain- kembali melewati tempat dimana aku pernah merenungkan tentang nasib anak-anak jalanan itu. Tanpa banyak perubahan. Aku tetap melihat anak-anak yang mengamen, mengemis bahkan MENCOPET!!

...Bersambung...

You Might Also Like

0 komentar