JANJI

21.14


Kini aku telah sampai di awal perjalanku. Dimana aku harus belajar, belajar dan belajar. Dimana aku harus memikirkan caraku untuk menggapai cita-citaku. Dimana aku harus memikirkan bagaimana masa depanku kelak.

Yap, masa SMA. Banyak orang bilang masa SMA adalah masa berjayanya para ABABIL alias ABG Labil. Bisa dibilang masanya untuk berhura-hura. Masanya bersenang-senang deeh. Tapi semua itu enggak ada buat aku.

Masa laluku yang indah membuatku ingin kembali pada masa lalu itu. Masa dimana aku yang belum tau apa-apa. Masa dimana aku belum terbebani dengan masalah-masalah yang sebenernya juga gak penting. Termasuk Cinta dan Sahabat.

Ketika aku lulus dari bangku SMP, aku mulai mengenal yang namanya CINTA. Seorang pria yang sangat tampan dan gak banyak gaya membuatku lebih memperhatikannya dibandingkan dengan yang lain. Dia adalah seorang kakak pembina MOS alias Masa Orientasi Siswa.

Aku yang sudah sejak awal mengaguminya, langsung merasa minder ketika aku tau bahwa ketua Osis di sekolah baruku juga menyukainya. Aku yang seorang anak baru pun takut untuk berharap.

Masa Orientasi pun telah usai. Aku pun mulai untuk belajar serius. Tak ada lagi waktu untuk bermain-main. Orang tuaku pun mulai menyuruhku untuk mengikuti banyak les private. Tak ada waktu untuk bermain. Tak ada waktu untuk bersenag-senang. Hanya belajar, belajar dan belajar. Tanpa terasa sudah 6 bulan aku menjadi anak SMA.

Ternyata usahaku untuk belajar dan belajar ternyata tidak sia-sia. Ketika mid semesteran aku mendapat peringkat pertama. Namun ternyata orangtuaku tidak juga puas dengan apa yang telah aku dapat.

Hari berganti hari. Minggu berganti minggu. Bulan berganti bulan. Tahun pun berganti. Kini aku telah menjadi seorang siswi kelas 11. Berbagai lomba telah aku ikuti. Hampir semua mata pelajaran pokok telah aku kuasai.

Namun aku bingung. Berbagai medali, piala dan sertifikat lomba yang telah aku dapatkan. Tidak juga membuat orang tuaku puas. Jujur. Aku lelah. Aku ingin merasakan apa yang teman-temanku rasakan.

Ketika aku mulai lelah dengan semua kegiatanku. Aku memutuskan untuk membolos les dan pergi ke Mall. Aku ingin melepaskan semua bebanku. Setidaknya bebanku untuk hari ini saja. Sendiri. Di tengah keramaian ku merasa sendiri. Melihat begitu banyak orang yang membawa pasangan. Entah sahabatnya, entah orang tuanya atau entah itu pacarnya.

Jujur. Aku iri. Aku tak punya sahabat. Tak punya pacar. Dan kini aku kira aku tak mempunyai orang tua. Hmmm.

“Bruuuk!!”

Seseorang telah menabrakku. Aku terjatuh. Kaca mataku pun terlempar. Aku berusaha mencarinya. Ternyata pecah. Aku mungkin masih dapat melihat. Tapi, buram.
“So..sori gue gak sengaja” kata seorang cowok yang menabrakku.
“Uhm, iya gak papa”

Aku pun langsung berbalik meninggalkannya.

“Tunggu” katanya sambil memegang pundakku “Kacamata lo kan rusak. Gimana kalo gue temenin lo ke toko optik”
“Gak usah. Makasih”

Cowok itupun terus memaksa. Otakku berpikir. Mungkin dia hanya kasihan terhadapku. Namun, kana cowok itu terus memaksa, akupun dibawanya ke salah satu toko optik di mall itu.

Akhirnya, aku pun mendapatkan kacamata yang seuai dengan keadaan mataku. Dengan min 2,5 di mata kanan dan 3 di mata kiri. Dengan frame waarna biru langit kesukaanku.

“Gue Bayu. Lo?” katanya seraya mengulurkan tangannya. Namun aku tetap diam. Aku merasa enggan. Aku merasa canggung. “gue gak gigit kok. Hahaha” katanya seakan tau apa yang sedang aku pikirkan.
“Hmm, Dhyra” jawabku sambil membalas urulan tangannya.

Setelah perkenalan itu. Kami pun mulai dekat. Aku pun jadi sering bolos les hanya untuk bertemu dengannya. Dia adalah seorang cowok yang menyenangkan. Dia bisa nyambung dengan apa yang aku bicarakan.

Sampai tiba saatnya ibuku tau bahwa aku kini sering membolos les. Aku bingung. Aku tidak tau bagaimana aku harus menjelaskannya. Aku sadar, aku telah melakkan kesalahan besar. Ibuku kini enghukumku, dengan tidak bolehnya aku pergi kemanapun selain ke sekolah.

Beberapa minggu setelah itu. Aku tidak pernah bertemu dengan Bayu lagi. Bahkan sekedar berkirim sms saja tidak. Hmm, mungkin aku saja yang terlalu berharap bahwa dia bisa menjadi pengisi keksongan hidupku.

Dia yang 2 tahun berada diatasku membuatku banyak belajar darinya. Dia yang ramah dan seakan mampu merasakan apa yang aku rasakan membuatku tenang saat berada di dekatnya.

Hidupku yang sudah mulai terhiasi oleh warna warni kehidupan remaja. Kini menjadi kelam kembali. Belajar belajar belajar. Rutinitasku yang seharusnya tidak aku tinggali hanya demi Bayu.

Seperti biasanya. Setiap akhir bulan aku menyempatkan diriku untuk pergi ke toko buku. Untuk membeli buku pelajarang, ataupun hanya untuk membeli novel terbaru. Setelah selesai membeli buku. Aku menyempatkan diri untuk makan. Tanpa sengaja aku melewati optik. Dimana aku bertemu pertama kali dengan Bayu.

Ingatanku kembali saat ada disampingku. Berbagi cerita denganku. Tertawa bersama denganku. Tapi kini? Aku sendiri lagi. Hidupku kembali sepi. Mungkin aku harus menghilangkan semua tentang Bayu di otakku.

“Dhyraa!!”

Panggil seseorang yang suaranya sangat tidak asing bagiku. Kalo aku tidak salah itu suara Bayu! Tapi mana mungkin? Hmm, mungkin itu hanya imajinasiku saja. Tapi suara itu terus memanggil manggil. Dan ada seseorang yang memegang pundakku.

“Heh, aku panggilin juga. Ckckck”
“Bayu??”
“iya ini aku Bayu”

Sebelum aku sempat bertanya kemana saja dia selama ini. Dia menjelaskannya terlebih dahulu. Ternyata beberapa minggu ke belakang dia sedang mempersiapkan kuliahnya yang akan berlanjut ke Amerika.

“Oh, kapan berangkat?”
“Lusa”

Aku terperangah. Secepat itukah dia pergi? ?Secepat itukah waktu yang ada untukku untuk mengenalnya?? Secepat itukah aku harus kehilangan seorang yang memberi warna merah pada hidupku??

“Itu cepeet banget loh bay! Kenapa kamu gak kasih tau aku dari kemaren-kemaren cobaa ??”
“Tadinya aku mau kasih tau kamu ra. Cuma aku gak mau sedih. Kalo aja aku boleh memilih. Aku pengen ngelanjutin kuliah disini aja. Tapi mau gimana lagi. Orang tuaku maunya aku melanjutkan kuliahku di Amerika”

Aku pun hanya bisa terdiam. Tanpa kata. Jujur. Saat itu juga aku ingin menangis di hadapannya. Namun apa yang bisa aku perbuat? Menangis?? Itu semua gak akan bisa membuat dia membatalkan rencananya untuk melanjutkan studinya ke Amerika. Ketika aku terdiam. Dia mengajakku untuk makan bersama. Akupun mau dan sedikit melupakan tentang studinya yang akan berlanjut ke Amerika.

“Ra, kamu harus janji sama aku. Kamu bakal nungguin aku sampe aku balik lagi kesini. Dan aku janji saat aku balik kesini kamu adalah orang pertama yang aku temuin”

Aku terdiam. Aku bingung. Aku belum pernah dihadapi dengan situasi seperti ini. Yang aku tau saat ini. Ini bukanlah matematika. Bukanlah fisika. Ataupun kimia yang memakai rumus yang pasti.

“Ra?”
“Aku gak tau Bay. Aku bingung”

Jam 19.45 biasanya jika jam sudah menunjukan 18.00 aku sudah merasa was was akan marahan ibuku. Tapi tidak untuk hari ini. Setidaknya untuk hari ini saja.

“Udah mau jam 8 loh ra. Kamu gak takut kena marah?”
“Enggak. Mungkin kita udah ga bakal bisa ketemu lagi bay. Jadi buat hari ini aku mau puas-puasin main bareng sama kamu “

Bayu tersenyum. Kami pun terus bermain sampai saatnya handphone ku berdering. Kulihat layar pada handphone ku. Dari Ibu ternyata. Aku memutuskan untuk tidak mengangkatnya. Dan memutuskan untuk segera pulang. Dan seperti yang aku bayangkan ibu memarahiku habis-habisan.

*KRIIIINNGGGG…KRRIIIINNNNG*

Bel istirahat pun berbunyi. Bersama Nia aku duduk di kantin. Terpaku. Tak ada satupun pelajaran yang masuk ke dalam otakku hari ini. Jangankan pelajaran, apa yang telah Nia ceritakan pun aku tak tau. Maaf Nia aku minta maaf. Akan ku dengarkan ceritamu lain kali. Aku janji. Janjiku dalam hati. Seharian ini pikiranku tertuju kepada Bayu.

Apakah dia sudah sampai di Amerika?
Apa yang sedang dia lakukan sekarang?
Apa dia baik baik saja sampai saat ini?

“Arrrrrgh!!!”

Teriakku ketika aku memutuskan untuk pergi ke villa keluargaku di daerah puncak. Memang saat ini yang aku butuhkan hanya ketenangan. Kesendirian. Tanpa sempat menghubungi ibuku aku mematikan HP ku. Aku tak ingin ada yang menggangguku. Termasuk Ibuku.

Hujan. Rintiknya hujan menambah kesedihanku. Semakin mengingatkan aku pada sosok Bayu. 3 hari sudah aku meninggalkan Jakarta. Meninggalkan keramaian. Kesumpekan. Dan semua tetek bengeknya yang menjemukkan.

Tanpa Bayu di Jakarta aku kembali kepada rutinitasku yang dulu. Kembali mengikuti kemauan ibuku untuk terus belajar dan belajar. Hampa. Kosong. Itu yang kurasakan saat itu.

Kini akupun lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Tapi memuaskan untuk siapa? Tentu bukan aku. Mungkin ibu. Ingin rasanya aku memberi tahu hal ini pada Bayu. Ingin aku mengeluarkan unek – unek ku saat ini. Tapi mau gimana? Aku gak bisa dan gak akan pernah bisa berbuat apa-apa.

Akupun melanjutkan ke Universitas pilihan ibuku. Ya, dari aku SD sampai saat ini yang memutuskan semua hal adalah ibuku. Aku tak pernah diberi wewenang apapun untuk mengatur hidupku.

Senin sore sepulang kuliah. Ak memutuskan untuk pergi ke toko optic untuk mengganti kaca mataku yang sudah mulai tidak berfungsi lagi untuk mataku. Tiba-tiba ingatanku teringat pada saat pertama aku bertemu Bayu. Ya di Optik ini. Optic yang tidak pernah berubah setelah 2 tahun tidak aku kunjungi.

Libur awal tahun barupun aku bersama teman-teman kampus dan juga Nia pergi ke pantai. Legaaaa. Aku bisa teriak. Berlari. Semua bebanku terasa lepaaas. Bebaaaas. Aku berlari mendekati ombak sedikit ke tengah.

“Jangan terlalu tengah. Bahaya”

Suara yang udah gak asing lagi buat aku. Suara yang selama ini aku tunggu. Suara yang selama ini hilang dan sekarang suara itu datang lagi?? Apa mungkin?? Jangan jangan aku terlalu kangen Bayu kali yaa. Akupun berteriak sekencang yang aku bisa.

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrrrggggh”

Aku berbalik. Melihat sosok yang selama ini menghilang. Sosok yang udah gak asing lagi di mataku. Sosok yang selama ini aku tunggu. Bayu. Ya dia ada di Indonesia sekarang. Di depanku tepatnya. Shock.

“Ka, kamu bukannya di Amerika??”
“Enggak. Aku disini sekarang. Disini buat nagih janji kamu dan nepatin janji aku sama kamu.”
“Janji apa? Emang aku punya janji apa sama kamu?”
“Janji kalo kamu bakal nungguin aku sampe aku balik ke Indo. Inget??”
“Oh itu. Aku udah nepatin janji aku kok :D terus kalo janji kamu ke aku apa??”
“Pikun banget sih kamu. Aku kan pernah janji sam kamu kalo aku balik ke Indo kamu orang yang pertama yang aku temuin”


-----END-----

You Might Also Like

0 komentar